Rabu, 05 September 2018

Ada apa dengan Pikiran?


     Banyak orang tidak menyadari bahwa 90% penyakit berasal dari pikiran. Terutama "pikiran negatif" yang selalu Anda hadirkan dalam hidup Anda. Misalnya pikiran khawatir, cemas, ketakutan, kesedihan, gampang tersinggung, kebencian, iri dengki, amarah, stress, dan lain sebagainya. 


     Pikiran itu memang ajaib dan sungguh luar biasa. Apa yang sering Anda pikirkan, itulah yang akan terjadi dalam kehidupan Anda. Kalau Anda sering  khawatir, maka kekhawatiran itulah yang akan sering muncul dalam hidup Anda. Semakin Anda takut, maka ketakutan itu juga yang akan semakin menjadi nyata dalam hidup Anda.
Begitupun juga ketika Anda sangat membenci seseorang, semakin Anda benci orang itu, malah justru orang itu akan sering hadir dalam kehidupan Anda. Perilaku orang lain yang teramat di benci, lama kelamaan malah membuat diri Anda berperilaku seperti orang tersebut, tapi seringnya tidak Anda sadari. Rasa khawatir, kecemasan dan ketakutan berlebihan yang selalu Anda hadirkan dalam pikiran. Itulah yang sesungguhnya mengundang penyakit dan sakit kedalam tubuh Anda. Kekhawatiran dan kecemasan akan membuat “punggung” sering sakit dan “pencernaan” Anda juga terganggu. Ketakutan yang berlebihan akan membuat “ginjal” Anda terganggu dan sakit.

     Kebencian yang berlebihan kepada seseorang, itu akan membuat Anda gampang tersinggung dan mudah marah-marah. Dan kalau Anda gampang tersinggung dan mudah marah-marah, maka itulah yang akan membuat Anda terkena penyakit insomnia (sulit tidur), Jantung dan penyakit hepatitis. Begitu juga kalau Anda orangnya suka “tidak sabaran”, itulah yang akan membuat Anda terkena penyakit diabetes/sakit gula.Dan jika Anda sering membiarkan diri Anda stress/pikiran kacau, maka sistem pencernaan Anda akan terganggu, biasanya itu akan membuat perut/lambung Anda menjadi sakit.
Lalu bagaimana solusinya, agar kita tidak mudah terkena penyakit dan atau gampang sakit?
Lakukanlah 3 hal sederhana dibawah ini :
1. Berpikir dan Merasa Positif
2. Hiduplah di masa kini
3. Cintailah diri dan orang-orang disekitar Anda

*Nasehat Kang Dwi*

Sabtu, 19 Mei 2018

Pemuda Kreatif asal Cariu – Bogor, memanfaatkan buah maja jadi kerajinan yang menarik dan unik.




Jodi Setiawan. ( Foto : Dok Aqlamuna.com )


AQLAMUNA.com- Seorang pemuda asal bogor, berhasil memanfaatkan buah yang biasanya hanya menumpuk dan berserakan di hutan – hutan juga dipinggiran sawah jadi kerajinan yang sangat menarik dan unik. Bahkan dapat menghasilkan rupiah.

Pemuda tersebut bernama. Jodi Setiawan, kelahiran 26 oktober 1999 dari pasangan bp Mardasum dan ibu Rosem, beralamat lengkap dikampung Randegan, Rt .11/05 desa, Cikutamahi Kecamatan Cariu – Bogor. Riwayat pendidikan yaitu, SDN Sukaati, SMPN 2 Cariu, dan SMAN 1 Cariu. Jodi terlahir dari keluarga yang sederhana, akan tetapi semangat dan perjuangannya patut di acungi jempol. Karena, dia sudah tidak mau merepotkan kedua orang tuanya, ia bertekad untuk lebih mandiri dengan kesehariannya mengolah buah maja tersebut untuk di jual.

“ Awal mulai berdirinya usaha kerajinan ini bermula saat saya pergi kesawah, pada bulan desember 2017. Waktu itu saya melihat buah maja yang berserakan dan membusuk, kemudian saya membawa buah itu kerumah, pas saya lempar ternyata tempurungnya itu kuat. Dari situlah saya berfikir buah ini bisa di buat kerajinan. Kemudian saya coba membuat tas sederhana dari buah tersebut, yang awalnya bergambar emoticon. Saya bawa tas tersebut kemana – mana, maklum saya gk punya tas kecil, terus ada anak yang minta di buatkan tas seperti itu, terus lagi yang minta di buatkan celengan dan akhirnya dari situlah saya lanjut produksi,” kata Jodi di akun WhatsApp, jum’at (18/05).

Inilah beberapa foto  kerajinan karya Jodi.






 Dan jika berminat untuk membeli kerajinan karya Jodi bisa hubungi Nomer telepon dan akun sosmed di bawah ini :

Telp/Wa : 0815 7460 5210
Facebook : Jodi Seriawan
Halaman Facebook : Toko Idoz Gokil

Penulis : Diki Wahyudi
Editor :


Senin, 14 Mei 2018

Do'a pada hari jum'at pasti di kabulkan oleh Allah



    

  Hari Jum’at memiliki satu waktu yang jika seorang hamba berdoa kepada Allah maka doa tersebut pasti dikabulkan. Dari Abu Hurairoh, Nabi bersabda, ”Pada hari jum’at terdapat satu waktu dimana ketika seorang mukmin shalat lalu memohon kepada Allah suatu kebaikan pada waktu tersebut, maka permintaannya pasti dlkabulkan-Nya. Mendengar itu, Ka’ab bertanya ’Pada setiap tahun?’ Aku menjawab, Bukan setiap tahun, tapi satiap hari Jum’at begimlah yang disampaikan Rasullah saw. Kemudian Ka’ab pergi sebentar dan balik lagi lalu berkata, ’Engkau benar, demi Allah hari Jum’ at itu sangat istimewa keistimewaan semacam ini telah dinyatakan nabi Sebab hari Jum’ at adalah rajanya hari dan hari yang paling disukai Allah.
     Pada hari itu Allah menciptakan Adam,menempatkannya dalam syurga  dan mengeluarkannya dali surga; dan pada hari itu pula kiamat terjadi tidak seekor binatang melata pun melainkan menunggu dan mendengarkan apa yang terjadi pada hari itu dari mulai waktu subuh sampai terbenam matahahri kecuali jin dan manusia .
    Dari Abu Hurairah Nabi bersabda, ”Pada hari Jum’at terdapat satu waktu di mana tak seorang pun meminta kepada Allah suatu kebaikan, kecuali Allah  memberikannya. ” Sebagian ulama salaf berkata, ”Allah memiliki kelebihan rezeki. Namun kelebihan rezeki tersebut tidak diberikan kecuali kepada hamba - hamba-Nya yang meminta penghidupan pada hari Kamis dan Jum’at ”
    Fathimah meriwayatkan bahwa Nabi bersabda, ”Pada hari Jum’at terdapat satu waktu yang tidak seorang Muslim pun memohon kebaikan kepada Allah . pada waktu tersebut, melainkan Allah akan mengabulkan permintaannya. ” Fathimah bertanyaa ”Kapan waktunya, wahai ayah?” Nabi. menjavvab, ”Ketika setengah dari matahari telah tenggelam di ufuk barat."
   Diceritakan bahwa pada setiap hari Jum'at Fathimah berkata kepada pembantunya, ”Naiklah ke bukit, jika setengah dari matahari telah tenggelam, beritahu aku.” Kemudian pembantunya pergi dan naik ke bukit, ketika dilihatnya setengah dari matahari sudah terbenam, ia cepat-cepat memberitahu Fathimah. Lalu Fathimah segera , bangkit dan pergi ke mesjid sampai matahari terbenam dan kemudian shalat Maghrib."
   Dalam hadits lain disebutkan bahwa waktunya adalah ketika shalat dikerjakan sampai selesai.”
Jabir bin Abdullah berkata: Sebuah doa disampaikan kepada Nabi  Lalu Nabi bersabda, ”Sekiranya doa ini dibaca di antara timur dan barat untuk meminta sesuatu pada satu waktu di hari Jum’at, maka doa tersebut pasti dikabulkan Allah

Doa yang dimaksud adalah: 





SUMBER REFERENSI : AL- Ghunyah li Thalibi Thariq al – Haqq Azza wa Jalla. 
KARYA : SYEKH ABDUL QADIR JAELANI.

Selasa, 10 April 2018

Karyakan Dakwahmu!

Ketika menapaktilasi riwayat hidup yang belum seberapa jauh, terhitung masih "belia" dengan ukuran orang yang ada di hadapannya. Perkataan itu masih saja terngiang walaupun sudah jauh tertinggal, satu kalimat saja, "kapan kau akan berkarya?". Memperhatikan grafik yang tengah dijelaskan dalam suatu kelas perkuliahan, pikirannya kembali memutar bola cakram mesin waktu, hingga mesin tersebut membawanya kembali pada kenyataan bahwa ia sedang duduk mengikuti presentasi dosen. Ia mengutuk dalam hati, " wahai diri, apakah layak kau ada di dalam kehidupan ini? Untuk apa kau hidup? apa bukti kau hidup? mengapa kau masih stagnan di zona nyaman, ongkang-ongkang kaki bersandar dengan nyamannya pada pundak kedua orang tua?". Terlampau sering ia berjanji pada diri untuk kemudian dilanggarnya, ia berultimatum pada diri untuk kemudian dikhianatinya, sakit memang. Ia benci pada dirinya kala itu, benci melihat dirinya yang mengikuti bayangan, ia benci melihat betapa "sampahnya" di kehidupan. seakan apa yang menjadi sumbangsihnya pada kehidupan hanyalah fatamorgana.
***
Kawan, apa yang kau rasakan ketika membaca cuplikan diatas? Apakah kau melihat seorang anak manusia yang setres dengan keadaan dirinya? Ataukah kau melihatnya sebagai anak manusia yang "gegana" dengan kehidupannya? Atau kau melihat seorang anak manusia yang hendak bertransformasi dari ketidak berdayaannya? Ataukah kau melihatnya sebagai anak manusia pemarah yang tak mensyukuri anugerah Tuhannya?.
Banyak pernyataan yang akan timbul dari cuplikan di atas. Stereotip tidak dapat dihindari ketika mendapati sebuah peristiwa di hadapan kita. Namun kawan, ini bukan saatnya men-judges siapapun, judgement kita tidak akan berpengaruh terhadapnya.
Seperti yang telah diketahui, manusia merupakan makhluk tiga dimensi. Dikatakan demikian karena begitulah keadaannya, ada tiga unsur yang ada dalam tubuh manusia. Kendati unsur-unsur tersebut ada di dalam tubuh manusia, ketiganya tidak menjamin akan memanusiakan manusia. Unsur tersebut adalah ruh, jasad, dan nafs.
Ruh merupakan esensi dari kehidupan manusia, ia merupakan unsur yang paling halus dan bersifat suci, ia juga cenderung pada hal-hal yang fitri dan ilahi, unsur ini adalah unsur yang kekal dalam perjalanan hidup manusia. Masih berbicara tentang ruh, ruh dibedakan menjadi dua, yaitu ruh munazzalah dan ruh al-gharizah. Ruh munazzalah adalah ruh yang masih "utuh" dalam artian ruh yang masih berada di alam ajali, sedangkan ruh al-gharizah adalah ruh yang telah "terkontaminasi" kesuciannya karena telah masuk pada jasad manusia, dan dikenal pula sebagai nafs.
Jasad merupakan wujud fisik--anatomi manusia--. Wujud anatomi ini cenderung pada hal-hal yang bersifat biologis serta merupakan eksistensi dan "wadah" unsur kehidupan walaupun keberadaannya tidak immortal.
Nafs seperti yang telah disinggung merupakan substansi psiko-fisik gabungan antara ruh dan jasad. Karena keberadaannya adalah gabungan, nafs ini memiliki kecenderungan yang juga gabungan antara ruh dan jasad. Yang paling digaris bawahi dalam nafs adalah aktualisasinya yang membentuk kepribadian.
Oleh karena nafs yang berperan dalam aktualisasi diri, perlu kiranya mengetahui bahwa dalam nafslah terdapat tiga pautan inti, qalbu, akal, dan nafsu yang akan diminta pertanggung jawaban. Peran dan posisi qalbu, akal, dan nafsu harus senantiasa berada dalam ketepatan, kebenaran, dan keseimbangan. Tidak dibenarkan adanya dominasi yang akan menjadikan eksistensi diri berada dalam ketimpangan.
Lantas, apa kaitannya ilustrasi di atas dengan pemaparan ini? Mungkin tidak berkaitan, akan tetapi bersinggungan. Ketika pautan inti tersebut harus seimbang, perlu adanya usaha untuk menyeimbangankannya. Dalam satu hal yang disebut "usaha", barang tentu akan menemui resiko atas keputusan yang diambil, ujian saat berpendirian, hingga gangguan dan ancaman eksternal.
Menyadari keterbatasan manusia dalam mengendalikan diri dan menghindari kesalahan, manusia sangat membutuhkan bantuan untuk tetap berada dalam kesadaran dan fitrahnya. Demi mencapai itu, Allah menciptakan mekanisme hidup yang telah paripurna dengan sempurnanya Islam.  Jalan dakwah yang telah ditempuh para massager-Nya adalah solusi untuk permasalahan tersebut.
Seorang manusia tidak bisa jemawa menunjuk dirinya "mampu" mempertimbangkan baik dan buruk dengan potensi akal yang dimilikinya karena akal memiliki sifat yang fluktruatif. Akal terkadang berpihak pada kesadaran dan bisa jadi ia terperosok jauh pada kejahatan. Kemurnian dari hakikat hati juga tidak selamanya dapat memancarkan sinar petunjuk bagi pemiliknya, ia akan bersinar manakala ia terpelihara, ada pun ketika ia terabaikan maka kotorlah ia dan tak lagi dapat menyinari kehidupan pemiliknya. Jangan ditanya bagaimana posisi nafsu, memang benar dengan nafsu terpelihara kelangsungan hidup manusia, namun ketika nafsu tidak lagi dikedalikan bahkan sebaliknya nafsulah yang mengendalikan sehingga dipertuhankan oleh tuannya, tak akan terelakan bahwa ia tengah membangun kehancuran bagi dirinya.
Oleh karenanyalah dakwah dibutuhkan guna memosisikan potensi tersebut tetap berada dan cenderung pada kebenaran. Dakwah akan menjadi penuntun akal manusia dalam mencari dan menjalankan kebenaran. Dakwah pun akan senantiasa menjadi nutrisi bagi hati--qalbu--sehingga terpeliharalah ia lantas konsisten menyinari kehidupan pemiliknya. Dakwah pulalah yang akan menjadi alarm peringatan bagi nafsu agar ia tetap terkendali dalam kebenaran.
Jika diibaratkan, fitah manusia adalah jalan lurus yang akan mengantarkannya pada "tujuan" akhir perjalanan, maka akan ada kalanya manusia itu berbelok arah, entah karena "bosan" melihat sisi kanan kiri yang terlihat menyenangkan, atau mungkin karena ada yang "membelokan". Ketika keluar dari lintasan jalan yang lurus, ada beberapa hipotesis. Ada yang keluar jalur lantas kembali meniti jalan yang lurus itu, tak dapat dipungkiri juga ia akan terus berjalan diatas jalan belok tadi hingga jauh terus menyusurinya lantas enggan untuk " kembali", atau ia hendak kembali tetapi "lupa" bagaimana caranya, bisa jadi ia ingin "kembali" tapi ia terlampau gengsi dan sakit hati, atau mungkin "belum" saatnya Sang Pemilik hidayah merestuinya untuk kembali, serta banyak lagi kemungkinan lainnya.
Seorang manusia tidak bisa mengubah seorang individu kembali ke dalam fitri, tetapi ia bisa membantunya agar ia kembali menemukan jati diri. Seorang anak manusia juga tidak bisa menjadikan individu tetap dalam ridha Illahi, tapi ia bisa menjaganya dalam tautan silaturahim. Manusia tidak bisa menjamin dirinya senantiasa dalam kebenaran. Jelas kiranya bahwa manusia pada dasarnya butuh akan dakwah sebagai alarm kehidupan yang selalu mengingatkannya untuk kembali, seruan Illahi melalui pelantara makhluk-Nya, serta bentuk kepedulian sejati atas keselamatan sesama.
Dakwah juga dapat diwujudkan sebagai karya yang dimaksud oleh ilustrasi di atas, karena dakwah adalah seni menawan dalam menyampaikan pesan nan suci. Bagaimana tidak, "profit" dakwah tidak hanya kepuasaan saat terwujudnya masterpiece, keuntungan saat mendapat materi dunia, namun lebih besar dari pada itu, yakni "profit" akhirat sebagai bekal yang mengabadi.
Selain menjalankan perintah Allah untuk saling manasihati dalam kebenaran dan kesabaran agar tidak tergolong pada kelompok manusia yang merugi--QS. al-'Asr--dan ikut andil dalam persebaran Islam di muka bumi, dakwah adalah bentuk nyata dari kasih sayang sesama manusia yang dapat menghindarkannya dari sikap individualis. Adapun "profit" dari aktivitas dakwah diantaranya sebagai berikut:
1. Perwujudan Orang Beriman
Sikap hidup orang beriman adalah memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran (QS. at-Taubah [9]: 71). Berbeda halnya dengan orang munafik yang bersikap sebaliknya(QS. at-Taubah [9]: 67). Tidak pelak lagi bahwa dakwah adalah aktivitas amar ma'ruf nahyi munkar sebagai wujud dari orang yang beriman.
2. Mewujudkan Tanggung Jawab Bersama
Berdakwah dalam kehidupan bermasyarakat diibaratkan seperti sekelompok orang yang menghuni sebuah kapal layar. Ada yang mendapatkan tempat di atas dan ada juga yang di bawah. Bila orang yang ada di bawah hendak mengambil air, ia harus naik dan melewati setiap orang yang dilaluinya di setiap tingkat kapal. Terkadang orang yang di bawah berpikir, "seandainya aku lubagi saja kapal ini untuk mendapatkan air, maka aku tidak akan mengganggu orang yang ada di atas". Bagaimana jika orang tersebut melubangi kapalnya? Jangankan akan sampai pada tujuan, sebelum itu terjadi mereka akan tenggelam. Apabila mereka mencegahnya, maka mereka semua akan selamat dan terhindar dari petaka. Begitupun berdakwah di masyarakat, ketika orang-orang saling mengingatkan dan menyeru pada kebaikan serta mencegah pada kemunkaran, mereka akan selamat dari persinggahan menuju tempat tujuan. Sikap tenggang rasa antara penghuni atas dan bawah kapal juga akan tercipta dengan terciptanya kesadaran bersama untuk saling menjaga.
3. Bekal Menghadap Allah SWT.
Tentu kita mengetahui bahwa kehidupan ini hanyalah jembatan yang membentang pada satu titik akhir, yaitu kematian sebagai gerbang kehidupan yang kekal. Hidup di dunia hanyalah sementara, namun banyak umat manusia menjadi budak dunia karena keindahannya yang memperdaya (QS. al-Hadid [57]: 20), namun ada juga mereka yang menjadikan dunia dalam " kendalinya" dengan menyikapi dunia "seperlunya".
Hidup di zaman yang " mempertontonkan" kemaksiatan, "mempertuan" keinginan, peniadaan kebaikan, dan lain halnya, dakwah dapat dijadikan sebagai "alasan" saat menghadap Sang Hakim keadilan. Ketika tubuh ringkih terhuyung ketakutan di depan pengadilan-Nya, saat itulah pengharapan terbesar untuk diselamatkan dan hanya keridhaan-Nya yang kita perlukan, pertanyaannya apa yang kita miliki untuk selamat dari murka-Nya? dakwah adalah salah satu alasan untuk menyelamatkan diri. Ketika zama semakin tidak karuan, tetaplah gaungkan dakwah. Stereotip "mengepa kau menasihati kaum yang Allah akan membinasakan dan mengadzab mereka karena kemaksiatannya dengan adzab yang amat keras?" jawablah dengan tegas, "itu kami lakukan agar kami memiliki alasan pelepas tanggung jawab kepada Allah serta agar mereka bertakwa", sebagaimana yang telah Allah gambarkan dalam QS. al-'Araf [7]: 164.
4. Berpeluang Menjadi Orang yang Beruntung dan Meraih Kesempatan untuk Menjadi Umat Terbaik
Ayat ini begitu familiar di telinga, QS. Ali-Imran [3]: 104. Menyerukan kebajikan, memerintahkan kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar adalah aktivitas dakwah. Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menyebutkan riwayat dari Abu Ja'far al-Baqir yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih setelah membaca ayat, " Hendaknya ada di antara kalian segolongan orang yang mendakwahkan kepada kebaikan", Rasulullah bersabda, "yang dimaksud dengan kebaikan itu adalah mengikuti al-Quran dan Sunnahku." Jelaslah kiranya aktivitas dakwah juga merupakan aktivitas menyerukan Firman Allah dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. baik berupa perintah, larangan, maupun pembiaran, dengan hukum kedudukannya.
Masih dalam QS. Ali-Imran [3], pada ayat ke 110 Allah berfirman (yang artinya), "kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk menusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..."
Lagi-lagi dan lagi, Allah memberikan peluang yang sangat luar biasa (menjadi sebaik-baiknya umat) dengan aktivitas dakwah.
Masih rela gak termasuk aktivis dakwah? apa lagi pertimbangan tidak menjadikan dakwah sebagai karyamu? abil kesempatan emasmu menjadi aktivis dakwah, segera karyakan dakwahmu.
#adet
#karyakan_dakwahmu
#dakwahmu_karyamu
#menulis_dakwah
#to_be_continue

Sabtu, 31 Maret 2018

Memaknai CINTA


                      CINTA ITU BUTA...
Pernah dengar ada ungkapan "Cinta itu membuat buta dan tuli"?
Walau itu bukan ayat atau hadits,  tapi fakta di lapangan membenarkan ungkapan tersebut,  bila cinta telah melekat maka otak dan pikiran seakan lumpuh dan tidak bekerja dengan normal. Ini bukan hanya dalam film drama korea, atau sinetron cinta,  tapi fakta sejarah dan alam nyata.
Islam tidak melarang seseorang untuk bercinta selama masih dalam karidor yang digariskan walau semua orang menganggapnya aneh dan tabu.
Masih ingat berita yang viral di media sosial beberap waktu lalu seorang ABG,  Slamet Riyadi (16) menikahi Rohaya, nenek 71 tahun. Bahkan kabarnya, Slamet sempat mengancam akan bunuh diri jika tak direstui  menikahi pujaan hatinya yang terpaut 55 tahun darinya. Hem... Subhanallah,  begitulah cinta jika sudah melekat..
Jika kita tengok sejarah,  ternyata ada yang lebih membuat berdecak kagum dan heran.

Imam Adz Dzahabi bercerita bahwa Ashim bin Kulaib menuturkan, “Suwaid bin Ghaflah menikahi seorang gadis muda padahal umurnya sudah mencapai 116 tahun.” (Siyar A’lamin Nubala’ oleh adz-Dzahabi 4/72)
Cinta itu buta memang benar adanya dan sah-sah saja selagi tidak kebablasan sehingga menerjang rambu-rambu agama,  seperti ungkapan "Bila cinta ditolak,  dukun bertindak" atau seperti pemuda yg membunuh wanita karena cintanya yang ditolak oleh si dia (Al Bukhori dalam Adabul Mufrod).

Sejarah juga mencatat, Pada tahun 589 H, ada sebuah kejadian aneh bahwa ada seorang putri seorang pengusaha jatuh cinta dengan budak milik ayahnya. Tatkala sang ayah mengetahui hubungan asmara antara keduanya maka dia mengusir sang budak dari rumahnya.
Setelah itu mereka berdua membuat janji bertemu di sebuah tempat untuk merencanakan sesuatu.
Ternyata mereka mengadakan sebuah rencana yang mengerikan: saat malam telah hening, ketika manusia lelap dalam tidur, putri itu memerintahkan kepada sang budak untuk membunuh ayahnya dan ibunya yang tengah hamil tua. Tak cukup dengan membunuh, budak itu juga diberi oleh putri durhaka tersebut perhiasan emas senilai 2.000 dinar. Akan tetapi, keadilan Allah datang, budak tersebut akhirnya tertangkap dan dihukum qishash. (Al-Bidayah wan Nihayah oleh Imam Ibnu Katsir 13/6)
Kisah serupa ternyata terulang di Prancis pada tahun 1933 M, di mana ada seorang gadis yang tega meracuni kedua orang tuanya guna mengeruk seluruh kekayaannya untuk berfoya-foya dengan pacar/kekasihnya, karena sang pacar ingin punya mobil mewah. (Jaulah fi Riyadhil ’Ulama wa Ahdatsil Hayah oleh Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar hlm. 80)

*Note:* Islam tidak melarang manusia untuk mencinta, tetapi Islam mengarahkan agar cinta tersebut menuai ridha Allah bukan malah mendatangkan kemurkaan-Nya. Pastikanlah cintamu tidak melanggar rambu-rambu agama.

                                                   #Islam_itu_Indah

Membangun Rasa Mencintai versi Syar'i




Membangun Rasa Mencintai versi Syar’i

   
  Berbicara mengenai cinta, semua orang pasti pernah merasakannya tidak mungkin ada orang yang tidak pernah merasakan apa itu cinta.Bisa dirasa tetapi tidak terlihat oleh mata.Mampu mebuat orang terlena oleh rasa cinta sehingga hati dan akal pun menjadi buta.Lantas, apakah cinta itu dilarang oleh agama karena bisa membuatakan hati dan akal? Jika tidak,mengapa banyak para pemuda pemudi yang jatuh pada kehinaan martabatnya karena alasan cinta, yang mana akan berakhir pada penderitaan hati,penyesalan jiwa, dan biasa nya pelampiasan semata ? Jika kita menilai bahwa cinta itu salah, mengapa Tuhan menciptakan hati?Sedangkan menurut Stephen Covey juga manusia itu memiliki rasa ingin dicintai ? Nah, dari beberapa pertanyaan tersebut ternyata ada beberapa tahapan mencintai, hal ini saya ambil hikmah dari kisah-kasih perjuangan cinta salah seorang sahabat saya sewaktu di Aliyah.

     Pertama, berawal dari rasa kagum secara umum.Tahap ini belum bisa dikatakan mencintai atau mempunyai rasa cinta.Bisa saja rasa kagum itu karena sesuai dengan pandangan umum orang lain yang menilai orang itu baik, tidak semua rasa kagum itu menjadi cinta.Karena di sesuaikan dengan apa yang kita senangi atau harapkan seperti, perkataan nya yang sopan, perbuatan nya yang menyejukan, atau bahkan kekonyolan nya yang sering dirindukan.Yang jelas tahap awal ini belum bisa dikatakan mencintai, karena tidak semua rasa kagum berujung pada jatuh cinta jikalau hanya ada salah satu dari beberapa orang yang berbeda.

Kedua, kecendrungan pada salah satu atas dasar kekaguman.Dalam arti dari beberapa orang yang kita perhatikan dan kita kagumi, ada salah satu orang yang berbeda dari yang lain.Pada tahap ini mulai sedikit demi sedikit hati yang berbicara dan akal pun selalu bertanya-tanya.Ingin lebih tau tentang dia melalui meminta cerita dari teman dekatnya atau mendapat kabar dari orang-orang terdekatnya, ingin sekali bertemu dan berharap di ajak ngobrol,diberi kabar dari nya, dan sebagainya.Pada tahap ini mulai membingungkan, karena akal kita berperan dalam merasakan hal ini apa dan mengapa yang mebuat keadaan jiwa seperti ini?Ketika akal kita sudah memahami betul mengapa dan apa sebab nya dari semua yang dirasakan ini  ternyata sosok seperti dia yang saya harapkan,tahap selanjutnya adalah keputusan.Dengan di awali mengakui atau kesadaran diri sendiri bahwa saya mencintai dia bukan menilai dari paras luar tapi poros akal dan hati yang menilai.

Ketiga, mengambil keputusan untuk mencintai.Tahap keseriusan yang membutuhkan saling keterbukaan dengan dia dan keluarga nya.Dari beberapa kisah yang pernah saya dengar dari teman-teman, terkadang anak nya mendukung untuk memulai pada keseriusan tapi tidak dengan kedua orang tuanya ataupun sebaliknya.Disini baru dibutuhkan perjuangan dan keyakinan kuat untuk mewujudkannya.Jika membahas tahap ini seperti tidak akan cukup tiga atau empat lembar kayaknya, yang nama nya untuk meyakinkan dia dan orang tua nya itu tidak mudah seperti membalikan badan ke belakang.Mendengar dari cerita sahabat ku ini  ,perjuangan nya bukan main.Tidak melihat jarak dan waktu berproses nya.Dan patut di kagumi.Hehehe

Keempat, hasil dari kesinambungan tahapan sebelumnya adalah mengabadikan cinta.Mengikat dua niat orang yang saling tulus dan siap mengarungi bahtera kehidupan baru itu dengan pernikahan.Niatkan diri untuk mengajak dia bersama-sama mengharap ridha Allah SWT melalui aturan Allah juga.Jika di awali dengan niat yang tulus ingin menjemput cahaya kebahagaiaan maka Allah akan memberikan cahaya kebahagiaan dan keberkahan.

     Dari tahapan di atas merupakan sedikit renungan yang saya dapatkan dari sekian banyak nya peristiwa atau kisah kasih kehidupan.


Pejuang Sakinah Mawaddah Warrahmah.
wkwkwkwkwk..............





Jumat, 30 Maret 2018

Ayo baca,Sekilas tentang keluasan ilmu syeh abdul Qodir Jaelani




Nama lengkapnya adalah Abu Shalih Sayyidi ‘Abdul Qadir ibn Musa ibn ‘Abdullah ibn Yahya az-Zahid ibn Muhammad ibn Dawud ibn Musa al-Jun ibn ‘Abdullah al-Mahdhi ibn al-Hasan al-Mutsanna ibn al-Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib. Beliau yang terkenal dengan nama 'Abdul Qadir  jaelanj ini lahir pada tahun 470 H, lalu wafat tahun 561 H dan dimakamkan di Baghdad. Banyak orang yang secara khusus mengarang kitab tentang perjalanan hidupnya. Di sini kami akan menampilkan petikan dari sejarah hidup (manaqib)-nya, dengan maksud semoga menjadi pelajaran sekaligus suri teladan bagi para pembaca. Semoga Allah Swt memberikan taufiq-Nya untuk kita.
Beliau (‘Abdul Qédir Jaelani) berkata, “Al-Husain al-Hallaj pernah tersesat jalan, namun tidak ada seorang pun yang mau peduli dengannya pada waktu itu. Padahal aku, terhadap siapa pun yang tersesat jalan, baik dia itu dari sahabatku, maupun murid-muridku atau para pecintaku, pastilah selalu menolongnya. Kudaku selalu terkekang, panahku selalu terbentang, dan pedangku senantiasa terhunus dalam rangka menolong mereka. Aku pasti akan selalu menolong dan menjaga mereka, walau tanpa mereka sadari.

Ibunda ‘Abdul Qadir al-Jaeléni pernah bercerita, “Semenjak aku ';  melahirkan anakku itu, ’Abdu] Qadir, ia lidak pernah menetek pada 1: siang bulan Ramadhan. Sualu kali, lamaran hari berawan, orang-orang tidak bisa melihat bulan sabit guna menentukan telah masuk-nya bulan Ramadhan. Lalu mereka mendatangiku dan bertanya tentang " Abdul Qédir karena mereka tahu bahwa anakku itu tidak pernah menetek di siang bulan Ramadhan. Aku katakan kepada mereka bahwa ’Abdu Qédir siang itu tidak menetek. Maka mereka pun tahu bahwa hari itu adalah awal bulan Ramadhan. Sejak itu, 1a menjadi terkenal sebagai keturunan orang-orang terhormat (mulia), yang salah satu tandanya adalah bahwa ia tidak mau menetek kepada ibunya pada siang bulan Ramadhan.”
Beliau selalu berpakaian khas ulama, berselendang (sorban), menunggang keledai, berbicara di atas kursi yang tinggi. Terkadang ia berjalan beberapa langkah di udara di alas kepala orang-orang yang hadir, lalu kembali ke kursinya. Ia pernah berkata: Aku pernah melewati hari-hariku tanpa makan sama sekali. Ketika itu datang sese~ orang rnembawa sebuah wadah yang ternyata berisi sejumlah dirham dan makanan di atasnya. Aku pun mengambil sekerat roti,1alu duduk menyantapnya. Namun, tiba-tiba di hadapanku ada secarik kertas yang bertuliskan, “Allah Swt“ mengatakan di dalam sebagian Kitab yang diturunkan-Nya bahwa ‘nafsu makan itu hanya dijadikan bagi makhluk-makhluk-Ku yang lemah agar mereka sanggup ( bertenaga) untuk melaksanakan ketaatan kepada-Ku. Sedangkan bagi mereka yang kuat, maka nafsu makan itu lidak perlu bagi moreka'.” Membaca tulisan itu, aku segera meninggalkan makanan itu lantas pergi.”
Ia juga berkata; Aku pernah memikul beban yang sangat berat. Beban itu begitu berat, sehingga andaikan ia ditaruh di atas gunung, pastilah gunung itu akan ambruk karena tak kuasa memikul beban itu. Namun setiap kali aku memikul beban berat, terlebih dahulu aku bersimpuh di atas ranah lalu membaca:
Qs.Al-Insyirah 5 – 6

Kemudian barulah aku mulai mengangkat benda itu, dan ternyata beban yang begitu berat itu menjadi enteng bagiku.

Suatu kali ia bercerita tentang dirinya: Pada awal-awal kehidupanku, aku mengalami masa-masa sulit, namun aku hadapi dengan tabah. Kala itu aku berpakaian darl bulu binatang, bertutup kepala dengan kain jelek, dan berjalan tanpa alas kaki di atas duri dan onak jalanan lainnya. Yang aku makan hanyalah belalang, sisa-sisa sayuran dan daun - daun muda di pinggiran sungai. Aku suka pura-pura tuli dan pura-pura gila kalau sedang berada di tengah-tengah manusia. Masa-masa pahit itu berlangsung selama beberapa tahun hingga akhirnya Allah mengubah keadaanku.”
Pernah ada orang bertanya kepadanya, “Bagaimana cara membebaskan diri dari ’ujub (merasa bangga terhadap diri sendiri)?” Beliau menjawab, “Pandanglah segala sesuatu sebagai pemberian Allah, ingatlah bahwa Dia-lah yang memberikan raufiq kepada kita sehingga dapat melakukan kebaikan, dan buanglah perasaan bahwa kita telah berbuat sesuatu. Kalau sudah demikian, niscaya kita akan selamat dari penyakit tersebut.” Dan sewaktu ada yang mengatakan kepadanya, "Mengapa kami tidak pernah melihat lalat hinggap di bajumu?” Beliau menjawab, “(Memangnya) apakah yang mau diperambilnya dariku, sedang manisan dunia dan madu Akhirat tidak ada padaku sedikit pun."
Suatu kali, terdengar suara jeritan seseorang dari dalarn kuburnya dan suara itu mengganggu orang-orang yang lewat di sana. Lalu, orang-orang melaporkan kejadian tersebut kepadanya. Beliau berkata, “Sungguh orang itu pernah melihatku sekali. Sekarang, pastilah Allah merahmatinya lantaran pernah melihatku itu." Sejak itu, tidak pernah lagi terdengar jeritannya.

Pernah suatu hari ia berwudhu, lalu air wudhunya itu jatuh membasahi seekor burung pipit. Burung itu diperhatikannya terbang lalu terjatuh dan mati. Melihat kejadian itu, beliau langsung mencuci bajunya lalu menjualnya, dan uang hasil penjualan baju itu beliau sedekahkan seraya berkata, ”Burung itu mati lantaran air wudhuku."
Di antara perkataannya yang lain, “Ya Tuhanku, bagaimana aku menyerahkan rohku kepada-Mu, sedangkan segala sesualu adalah milik-Mu?”
Ia mengajar selama tiga belas tahun. Selama itu, ia mengajar banyak cabang ilmu seperti tafsir, hadits, ilmu hadits, fiqih berikut mazhab-mazhabnya, ushul fIqih, nahwu, dan lain-lain. Setelah Zuhur ia membaca Al-Qur’an dengan berbagai macam qira’at-nya. Ia juga memberikan fatwa dengan mazhab Imam asy-Syafi'i dan Imam  Ahmad ibn Hanbal. Ulama-ulama di Iraq sangat kagum terhadap  fatwa - fatwanya, sampai mereka berkata, “Mahasuci Dzat Yang telah “ memberi nikrnat kepadanya.”

Sebuah pertanyaan pernah diajukan kepadanya tentang seseorang yang mengaku melihat Allah dengan mata telanjangnya, maka beliau memanggil orang itu lalu bertanya kepadanya, "Benarkah yang disampaikan orang tentang dirimu, bahwa kamu mengaku mellhat Allah dengan mata telanjangmu?” Ia menjawab, “Ya, benar." Maka orang itu dibentaknya dan disuruhnya untuk tidak lagi mengatakan seperti itu. Kemudian, orang-orang yang hadir bertanya kepada beliau, “Apakah pengakuan seperti itu benar?" Beliau jawab, "Dia benar, tapi juga meragukan. Sebab, ketika la telah berhasil melihat "cahaya keindahan Tuhan" dengan pandangan batinnya (bashirah), timbullah pantulan cahaya ilu pada pandangan lahirnya ( bashar), sehingga pandangan lahirnya itu mampu melihat pandangan batinnya yang sedang memandang cahaya keindahan Tuhan. Nah, pada saat itu, ia mengira bahwa pandangan lahirnyalah yang telah melihatnya, padahal, tanpa ia sadari, yang melihat itu sebenarnya adalah pandangan batinnya, bukan pandangan lahirnya. Allah  Swt berfirman, “Dia mengalirkan dualaut(asin dan tawar) secara berdampingan, antara keduanya ada batas yang tidak dapat dilampaui oleh masing-masingnya." (QS. ar-Rahman [55]: 19-20) Mendengar jawaban itu, para syekh dan ulama-ulama besar yang ikut mendengarkan jawaban itu menjadi kagum dan salut kepadanya lantaran kefasihan bicara dan keluasan ilrnunya.

Beliau pernah berkala, “Pada suatu hari, aku perhatikan ada sebuah cahaya di langit, lalu dari cahaya itu muncul sesosok makhluk. Lantas, makhluk itu rnemanggilku dan berkata, ‘Wahai ‘Abdul Qadir, aku adalah tuhanmu; aku telah menghalalkan bagimu segala yang haram.’ Aku jawab perkataan itu dengan mengatakan, ’Pergilah engkau, wahai setan terkutuk!’ Cahaya itu pun lalu berubah menjadi kegelapan dan sosok tersebut berubah menjadi asap. Setelah itu ia berkata lagi kepadaku, ‘Wahai ’Abdul Qadir, oleh sebab pengetahuanmu tentang Tuhan dan keluasan ilmumu tentang hukum-hukum-Nya, kamu telah selamat dari ( tipu daya )-ku. Sungguh sebelum ini aku telah menyesatkan sebanyak tujuh puluh orang sepertimu dengan cara yang sama.’ Aku berkata, ’Bagi Allah-lah segala karunia dan keutamaan.’ Orang-orang bertanya kepada beliau, "Bagaimana Anda tahu bahwa dia itu adalah selan?” Beliau menjawab, “Sebab, ia mengatakan bahwa ia telah menghalalkan bagiku segala yang diharamkan.

Padahal, Allah tidak akan menghalalkan yang haram bagi siapa pun." Ditanyakan lagi kepada beliau, ”Bagaimana cara membedakan bahwa yang datang kepada kita itu Tuhan atau setan?” Beliau menjawab,  ”Tuhan tidak datang dengan mengaku-ngaku sesuatu (seperti mengaku dirinya sebagai Tuhan dan telah menghalalkan yang haram), tidak pergi karena satu sebab (seperti karena disuruh pergi), tidak mengambil bentuk sesuatu atau seseorang, dan tidak pada waktu tertentu. Sedangkan setan sebaliknya.”
Saat ditanya tentang cara memperoleh semangat (untuk beribadah) beliau menjawab, “Caranya adalah dengan menelanjangi (membebaskan) diri dari kecintaan terhadap dunia, mempertautkan jiwa hanya dengan Akhirat, menyatukan kehendak hati dengan kehendak Tuhan, dan membersihkan batin dari ketergantungan terhadap makhluk.” Saat ditanya tentang menangis, ia berkata, ”Menangislah kamu karena Allah, menangislah karena jauh dari-Nya dan menangislah untuk-Nya.” Saat ditanya tentang dunia, ia berkata, ”Keluarkanlah ia dari dalam hatimu ke dalam tanganmu! Dengan begitu ia tidak akan mencelakakanmu." Dan ketika ditanya tentang syukur, ia berkata, "Hakekat syukur adalah mengakui dengan penuh ketundukan terhadap nikrnat Si Pemberi nikmat, mempersaksikan karuniaNya, dan memelihara kehormatan-Nya dengan menyadari sesungguhnya bahwa kita tidak akan sanggup untuk bersyukur dalam artian yang sebenarnya."

Beliau berkata, ”Orang miskin yang sabar karena Allah menghadapi kerniskinannya adalah lebih baik daripada orang kaya yang bersyukur kepada-Nya. Orang miskin yang bersyukur adalah lebih baik dari kedua orang di atas. Sedangkan orang miskin yang sabar dan bersyukur adalah lebih baik dari mereka semua. Tidak ada yang sabar menjalani ujian kecuali orang yang tahu akan hakekat ujian tersebut.”

Ketika ditanya tentang aI-baqa’ (keabadian), beliau menjawab, “Tidaklah keabadian itu melainkan dengan perjumpaan dengan Tuhan, sedangkan perjumpaan dengan Tuhan itu adalah seperti kedipan mata, atau lebih cepat dari itu. Di antara ciri orang yang akan berjumpa dengan Tuhannya adalah tidak terdapat sesuatu yang bersifat fana pada dirinya sama sekali. Sebab, keabadian dan fana adalah dua sifat yang saling berlolak belakang.

Beliau pernah berkata, ”Makhluk adalah tabir penghalang bagi dirimu, dan dirimu adalah tabir penghalang bagi Tuhanmu. Selama kamu melihat makhluk, selama itu pula kamu tidak dapat melihat dirimu, dan selama kamu melihat dirimu, selama itu pula kamu tidak dapat melihat Tuhanmu.”
Setelah nama Syekh ‘Abdul Qodir semakin terkenal dl seantero negeri, berkumpullah seralus orang ulama di Baghdad; mereka bermaksud menguji keluasan ilmunya. Setiap orang dari mereka telah mempersiapkan pertanyaannya masing-masimg. Namun, ketlka beliau masuk ke dalam majelis mereka, mereka melihat ada kilatan cahaya keluar dari dadanya. Cahaya itu melewati dada-dada mereka salu persatu dan menghapus pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalamnya yang sudah mereka persiapkan sebelumnya. Mereka begitu tersentak dengan kejadian itu, lalu buru-buru menanggalkan pakaian khas keulamaan mereka. Setelah itu, barulah ia naik ke alas kursi dan mulal berbicara, yang dalam pembicaraannnya itu, ia menjawab seluruh pertanyaan yang telah terhapus dari dada-dada mereka yang belum sempat mereka sampaikan. Semua ulama yang hadir di majelis itu menjadi tunduk dan mengakui keutamaan dan keluasan ilmunya.

Di antara akhlak beliau yang sangat mulia dan agung adalah, selalu berada di samping orang-orang kecil dan para hamba sahaya untuk mengayomi mereka. Beliau senantiasa bergaul dengan orang-orang miskin sembari membantu membersihkan pakaian mereka. Beliau sama sekali tidak pernah mendekati para pembesar atau para pembantu negara. Juga, sama sekali tidak pernah mendekati pintu rumah seorang menteri atau raja.
Singkatnya, jejak-jejak mulia hidup beliau begitu banyak dan tak terhingga. Begitu banyaknya, sehingga kita tak sanggup mengungkapkan keseluruhannya. Semoga Allah meridhainya, dan meridhai para wali dan orang-orang shaleh. Dan karena kecintaan kita terhadap mereka, semoga Allah merahmati kita serta menggabungkan kita bersama mereka semua.


Sumber : kitab Al- Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq Azza wa Jalla.